8 golongan orang yang menerima zakat
8
golongan orang yang menerima zakat
1.
Fakir
Kata faqir dalam istilah bahasa berasal dari akar
kata f-q-r, yang dalam bentuk
masdarnya bermakna tulang punggung, dan bentuk kerja faqara-yafqaru bermakna
patah tulang punggung. Kata faqir sendiri bermakna orang yang patah tulang
punggungnya, satu makna dengan bentuk mafqur.
Adapun makna faqir yang berkembang adalah lawan dari
gani (kaya, cukup), yang meliputi kondisi lemah, ketidak berdayaan, membutuhkan,
dan melarat.
Secara istilah, faqir adalah orang yang tidak
mendapatkan bahan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Asy-Syafi’i berpendapat
faqir adalah orang yang tidak memiliki kekayaan, dan tidak memiliki mata
pencaharian yang tetap, baik orang cacat maupun tidak, meminta-minta atau
tidak. Seorang sufi Yahya ibn Mu’az mendefinisikan faqir adalah si hamba tidak
bergantung kepada siapapun selain Allah swt. Dan tanda ke-faqir-an adalah tidak
adanya harta benda.
2.
Miskin
Mereka yang memiliki sedikit harta, namun tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Untuk fakir miskin, besarnya zakat yang
diberikan adalah sebesar mencukupi kebutuhan mereka (dan orang yang mereka
tanggung) dalam setahun.
3.
Amil
Untuk amil zakat, tidak disyaratkan termasuk miskin.
Karena amil zakat mendapat bagian zakat disebabkan pekerjaannya. Dalam sebuah
hadits disebutkan,
لاَ تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِىٍّ إِلاَّ لِخَمْسَةٍ لِغَازٍ
فِى سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ لِعَامِلٍ عَلَيْهَا أَوْ لِغَارِمٍ أَوْ لِرَجُلٍ اشْتَرَاهَا
بِمَالِهِ أَوْ لِرَجُلٍ كَانَ لَهُ جَارٌ مِسْكِينٌ فَتُصُدِّقَ عَلَى الْمِسْكِينِ
فَأَهْدَاهَا الْمِسْكِينُ لِلْغَنِىِّ
“Tidak halal zakat bagi orang kaya kecuali bagi lima
orang, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, atau amil zakat, atau orang
yang terlilit hutang, atau seseorang yang membelinya dengan hartanya, atau
orang yang memiliki tetangga miskin kemudian orang miskin tersebut diberi
zakat, lalu ia memberikannya kepada orang yang kaya.”[10]
Ulama Syafi’iyah dan Hanafiyah mengatakan bahwa imam
(penguasa) akan memberikan pada amil
zakat upah yang jelas, boleh jadi dilihat dari lamanya ia bekerja atau dilihat
dari pekerjaan yang ia lakukan.[11]
Amil zakat adalah
orang-orang yang diangkat oleh penguasa atau wakil penguasa untuk bekerja
mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk amil zakat adalah orang yang
bertugas menjaga harta zakat, penggembala hewan ternak zakat dan juru tulis
yang bekerja di kantor amil zakat.
4.
Mu’allaf
Mereka yang baru masuk Islam atau mereka yang
memiliki kecenderungan akan masuk Islam. Tujuan diberikannya zakat kepada
mereka adalah agar mereka merasa senang atau merasa diterima oleh masyarakat
Islam.
5.
Riqab
Riqab, Bentuk jamak kata ini adalah raqabah. Arti
asalnya adalah 'leher'. Dalam Al Quran , budak atau hamba sahaya disebut riqab
atau raqabah (QS an-Nisa: 92; at-Taubah: 60; al-Mujadilah: 3; al-Balad: 13).
Kata ini merupakan kiasan, yakni seolah-olah leher mereka diikat dengan tali
sehingga tidak dapat bebas bergerak. Adapun yang dimaksud dalam surah at-Taubah
ayat 60 adalah hamba sahaya yang hendak menebus kemerdekaannya. Oleh karena
itu, zakat tersebut tidak diberikan kepada si hamba sahaya, tetapi kepada
majikan yang memilikinya.
6.
Gharimin
Gharimin, artinya 'orang-orang yang berutang'.
Adapun yang dimaksud gharimin adalah orang-orang yang memiliki utang dan tidak
mampu membayarnya. Selain itu, termasuk dalam kelompok gharimin adalah
orang-orang yang meninggal dunia dan masih memiliki utang, sedangkan harta
peninggalan mereka tidak mencukupi untuk membayar utang tersebut.
7.
Fi shabilillah
Fi Sabilillah, artinya 'di jalan Allah'. Pada
mulanya, pembagian zakat ditujukan kepada orang-orang yang berperang membela
agama Allah . Akan tetapi, arti fi sabilillah lebih luas dari sekadar
berperang. Oleh karena itu, saat ini, jalan atau sarana apapun yang
dipergunakan untuk menegakkan agama Allah disebut fi sabilillah.
8.
ibnu
sabil
ibnu sabil, yaitu orang yang kehabisan bekal di
perjalanan. Yang dimaksud di sini adalah orang asing yang tidak dapat kembali
ke negerinya. Ia diberi zakat agar ia dapat melanjutkan perjalanan ke
negerinya. Namun ibnu sabil tidaklah diberi zakat kecuali bila memenuhi syarat:
(1) muslim dan bukan termasuk ahlul bait (keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam), (2) tidak memiliki harta pada saat itu sebagai biaya untuk kembali ke
negerinya walaupun di negerinya dia adalah orang yang berkecukupan, (3) safar yang
dilakukan bukanlah safar maksiat.
Sumber : berbgai macam blog
0 komentar:
Post a Comment